Sumutterkini.com, Jakarta – Indonesia pernah mengalami perang kota atau urban warfare. Istilah ini merujuk pada peperangan yang mana terjadi di dalam wilayah perkotaan yang juga mencakup hadirnya warga sipil serta kompleksitas medan perkotaan. Operasi tempur di tempat perkotaan dapat dikerjakan untuk memanfaatkan keuntungan strategis terkait kepemilikan atau kendali wilayah perkotaan tertentu atau untuk menghalangi keuntungan musuh.
Pertempuran di dalam daerah perkotaan mengurangi efektivitas keunggulan yang dimaksud dimiliki satu pihak dibandingkan pihak lain dalam hal persenjataan, artileri berat, atau dukungan udara. Perang kota pernah terjadi dalam Indonesia yang dimaksud dalam sejarahnya setidaknya pernah terjadi dua kali, yakni Serangan Umum 1 Maret 1949 di tempat Yogyakarta lalu Pertempuran Surabaya 10 November 1945.
Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Pertempuran Surabaya 10 November 1945 merupakan pertempuran yang digunakan terjadi antara pasukan Indonesia lalu pasukan Belanda pada Surabaya. Pertempuran ini berlangsung selama tiga hari, dari tanggal 10 sampai 13 November 1945.
Pertempuran ini dipicu oleh kematian Jenderal Mallaby pada 30 Oktober 1945 yang tersebut menciptakan Inggris dan juga Belanda menerbitkan ultimatum kepada pasukan Indonesia di tempat Surabaya agar pada 9 November 1945, paling lambat pukul 18.00 untuk menyerahkan senjata tanpa syarat.
Pejuang Surabaya menolak, serta melakukan perlawanan sengit pada keesokan harinya, terjadilah pertempuran 10 November yang dimaksud kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Pertempuran itu mengakibatkan 6.000-16.000 pejuang gugur juga 200 ribu warga sipil mengungsi. Di pihak lawan, setidaknya 2.000 orang terbunuh. Pertempuran itu kemudian ditetapkan sebagai Hari Pahlawan setiap 10 November.
Serangan Umum 1 Maret 1949
Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan serangan besar-besaran yang dimaksud dikerjakan oleh pasukan TNI terhadap kota Yogyakarta yang saat itu dikuasai oleh Belanda. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh Agresi Militer Belanda II yang terjadi pada akhir 1948. Dalam agresi militer tersebut, Belanda berhasil menduduki kota Yogyakarta yang mana saat itu menjadi Ibu Kota Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia serta rakyat Indonesia tidaklah menerima pendudukan Belanda. Oleh lantaran itu, mereka melakukan berbagai upaya untuk merebut kembali Yogyakarta. Pasukan TNI yang digunakan dipimpin oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman melakukan strategi gerilya untuk memancing pasukan Belanda keluar dari pos-posnya. Strategi ini berhasil menimbulkan pasukan Belanda menjadi terpencar kemudian lemah.
Pada 1 Maret 1949, pasukan TNI melancarkan serangan besar-besaran terhadap kota Yogyakarta. Serangan ini dimulai pada pukul 06.00, tepat ketika tanda jam malam berakhir. Pasukan TNI serentak menyerang pasukan Belanda dari segala penjuru kota.
Serangan ini berlangsung dengan sengit. Kedua belah pihak saling bertempur dengan senjata api lalu senjata tajam. Pasukan TNI kemudian berhasil mendesak pasukan Belanda lalu menduduki berbagai pos-pos militer Belanda. Pasukan Belanda akhirnya mundur dari kota Yogyakarta.
Pertempuran ini berlangsung selama 6 jam, dari pukul 06.00 hingga 12.00 siang. Dalam pertempuran ini, pasukan TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta. Dalam peristiwa tersebut, pihak Belanda tewas sebanyak 6 orang, dan juga 14 lainnya luka-luka. Sementara pihak Indonesia sebanyak 300 prajurit tewas, 53 polisi tewas, kemudian kurang lebih besar 200 rakyat biasa tewas juga luka-luka.
ANANDA BINTANG l WIDIARSI AGUSTINA
(Cw1/Sumutterkini.com)
Komentar