Eks Anggota Bawaslu RI Angkat Suara Terkait Film Dirty Vote
Sumutterkini.com, JAKARTA – Eks anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar turut angkat suara terkait film dokumenter Dirty Vote yang menyoroti kecurangan di Pemilu 2024 ini.
Wakil Komandan Tim Kampanye Nasional (TKN) Echo (Bidang Hukum) Prabowo-Gibran ini sangat menyayangkan film tersebut dirilis di masa tenang, yakni Minggu (11/2/2024) pukul 11.00 WIB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami dari TKN tentu saja sangat menyesalkan atas tindakan yang dilakukan dengan melakukan pembuatan film dokumenter seperti ini. Kenapa? Karena cerita yang diangkat merupakan kumpulan dari berbagai hal yang telah pernah kita lewati bersama-sama sejak dari bulan November sampai dengan sekarang,” katanya dalam jumpa pers di Media Center Prabowo-Gibran, Jakarta Selatan, dikutip Senin (12/2/2024).
“Ada beberapa dinamika dalam proses pemilu yang terjadi dan dinamika itu yang kemudian diangkat kembali pada masa tenang,” tambahnya.
Fritz menegaskan bahwa masa tenang adalah masa di mana seluruh pihak kembali menenangkan diri agar masyarakat dapat menentukan pilihannya sesuai dengan hati nurani.
Dia menilai film Dirty Vote secara etika tidak melibatkan pakar hukum tata negara lain untuk memberi perbandingan terhadap suatu pandangan. Menurutnya film tersebut harus melengkapi dengan berbagai bukti kuat untuk kemudian mengklaim sebuah kecurangan Pemilu.
“Disandingkan dengan bagaimana tindakan Bawaslu, tindakan penanganan pelanggaran yang seperti apa yang sudah dilakukan bagaimana keputusan dari lembaga yang diberikan kewenangan oleh Undang-undang,” ujarnya.
“Seharusnya fakta-fakta yang disampaikan juga dapat disandingkan dengan fakta-fakta yang lain tetapi film ini seakan-akan hanya menampilkan satu informasi tanpa menampilkan bagaimana perbandingan dengan kejadian putusan hukum yang sudah diambil oleh lembaga yang telah diberikan kewenangan,” sambungnya.
Pihaknya sangat menyesalkan film Dirty Vote seolah memojokkan karena hanya mengambil satu sisi tanpa adanya data pembanding.
Fritz turut menyoroti pernyataan ketiga pakar hukum tata negara yang ada di dalam film tersebut salah satunya terkait penunjukkan penjabat (Pj) kepala daerah. Dia menegaskan penunjukkan Pj kepala daerah merupakan keputusan bersama antara DPR dan pemerintah untuk menyeimbangkan agenda konstitusional antara Pilpres, Pileg hingga Pilkada.
“Itulah kenapa kita memiliki kepala daerah serentak pada tanggal 27 November 2024 konsekuensinya adalah adanya Pj-Pj baik kepala daerah gubernur ataupun bupati dan juga walikota. Jadi penunjukkan Pj merupakan konsekuensi bersama yang juga sudah di diskusikan, diputuskan Mahkamah Konstitusi dan juga didiskusikan di dalam proses di DPR,” ujarnya.
Fritz menegaskan penunjukkan Pj kepala daerah bukan hanya agenda pemerintah atau presiden karena sudah melalui pembahasan di DPR hingga diputuskan oleh MK.
“Itu bukan agenda presiden sendiri tapi agenda semua jadi menampilkan satu narasi penunjukan Pj salah satu dari berbagai narasi yang disampaikan itu merupakan sebuah keputusan yang menurut saya tidak sesuai dengan etika untuk menyeimbangkan antara agenda ketatanegaraan dan tindakan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi,” pungkasnya.
(cw2/Sumutterkini.com)
Penulis : Cw2
Editor : Winata
Sumber Berita : Nusantaraterkini.co