Bamsoet Dorong Peningkatan Kualitas Demokrasi Indonesia

Sumutterkini.com, INFO NASIONALDemokrasi di dalam Indonesia masih dikategorikan sebagai ‘demokrasi cacat’ (flawed democracy). Artinya, demokrasi prosedural seperti pemilihan umum dilaksanakan secara adil serta bebas; kebebasan sipil dasar dihormati; tetapi masih menyisakan berbagai persoalan. Misalnya terkait konstruksi budaya politik, tingkat partisipasi politik, hingga kebebasan media.

“Demokrasi kita masih berada dalam level ‘Ngeri-Ngeri Sedap’, ditandai masih adanya money politic atau dikenal dengan istilah ‘Nomor Piro Wani Piro (NPWP)’. Mereka yang terpilih dalam pemilihan umum maupun Pilkada, bukan semata-mata sekadar sebab integritas, kredibilitas, maupun popularitas. Melainkan juga oleh sebab itu ‘isi tas’. Itulah realitasnya,” kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam Rakernas Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Tahun 2023, di dalam Jakarta, Selasa 7 November 2023.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu juga menuturkan hal itu tercermin dari laporan The Economist Intelligent Unit yang dimaksud dirilis pada Februari 2023, mengungkapkan bahwa indeks demokrasi Indonesia berada pada skor 6,71, atau mengalami stagnasi dari tahun sebelumnya. “Secara peringkat, posisi kita juga turun dari posisi 52 ke posisi 54, dari 167 negara yang digunakan disurvei,” kata dia.

Penurunan kualitas kehidupan demokrasi, kata dia, memang dialami oleh sebagian besar negara-negara di tempat dunia. Sekitar 85 dari 173 negara setidaknya mengalami penurunan pada satu indikator utama kinerja demokrasi. Dalam kurun waktu enam tahun terakhir, dunia mengalami resesi demokrasi terpanjang sejak 1975. “Namun kondisi realitas global itu tiada boleh dijadikan sebagai alasan atau alat pembenar untuk berdiam diri, juga enggan untuk memperbaiki diri,” kata Bamsoet.

Indonesia sejatinya sudah pernah miliki Demokrasi Pancasila. Nilai-nilai luhur Pancasila senantiasa menjadi inspirasi, rujukan, kemudian tujuan bersama. Demokrasi Pancasila menekankan nilai atau budaya, di dalam mana rakyat mampu memiliki kedaulatan dalam arti yang sesungguhnya. Di samping itu, implementasi demokrasi Pancasila harus bermuara pada kesejahteraan lalu keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Mengimplementasikan Demokrasi Pancasila, adalah menjaga agar jangan sampai demokrasi menghadirkan residu serta sisi gelap. Di mana nilai-nilai demokrasi dimanifestasikan dengan cara yang dimaksud menyimpang, misalnya dalam bentuk operasi kuasa absolut mayoritas terhadap minoritas.

“Salah satu esensi Demokrasi Pancasila adalah adanya keseimbangan. Hal ini dimasa lalu disalurkan melalui keterwakilan urusan politik yang dimaksud dipegang DPR RI, keterwakilan daerah yang tersebut dipegang Utusan Daerah (kini beralih menjadi DPD RI), serta keterwakilan Golongan yang digunakan dipegang Utusan Golongan. Namun melalui empat kali amandemen konstitusi, Utusan Golongan justru dihapuskan,” kata Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila kemudian Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, gagasan menghadirkan kembali Utusan Golongan sebagai bagian dari keanggotaan MPR RI adalah hal yang digunakan rasional untuk dipertimbangkan. Gagasan yang disebut sudah mendapatkan dukungan dari berbagai organisasi penduduk seperti PB Nahdlatul Ulama, PP Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia, Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia, Perwakilan Umat Buddha Indonesia, kemudian berbagai kelompok penduduk lainnya.

Pembentukan Utusan Golongan dalam lembaga perwakilan adalah amanat lalu legasi kesejarahan yang sudah pernah diwariskan sejak cita-cita awal kemerdekaan. Utusan Golongan secara prinsipil sudah dikonsepkan oleh para pendiri bangsa sebagai bagian dari keterwakilan rakyat Indonesia yang dimaksud plural, dengan mendudukkan MPR RI sebagai lembaga negara yang dimaksud merepresentasikan keterwakilan politik, keterwakilan daerah, serta keterwakilan golongan. (*)

 

(Cw1/Sumutterkini.com)

Sumber Tempo

Komentar