Sumutterkini.com, KEDIRI – Seorang santri laki-laki asal Banyuwangi, Jawa Timur berinisial BB (14) meninggal usai diduga mengalami penganiayaan di sebuah pesantren di Kediri, Jatim.
Korban dinyatakan meninggal dunia pada Jumat (23/2/2024). Awalnya, korban dilaporkan meninggal akibat terjatuh dalam kamar mandi.
Namun, hasil penyelidikan menunjukkan kematian korban diduga akibat tindak penganiayaan sejumlah santri lain di pesantren tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hingga saat ini, empat santri telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian. Salah satu pelaku yang ditetapkan tersangka masih punya hubungan sepupu dengan korban.
Berikut sejumlah fakta terbaru terkait kasus santri pesantren Kediri yang meninggal dunia diduga karena dianiaya santri lain.
1. Awalnya dilaporkan meninggal akibat jatuh di kamar mandi
Kakak kandung korban, Mia Nur Khasanah (22) mengaku dapat kabar adiknya meninggal dari pengasuh pesantren di Kediri. Dia diberitahu adiknya meninggal karena terjatuh di kamar mandi “Saya langsung bergegas pulang,” ungkap Mia dikutip dari Kompas.com (27/2/2024).
Mendengar kabar tersebut, Mia dan ibunya Suyanti (38) yang sedang bekerja di Bali bergegas pulang ke Banyuwangi, Jawa Timur.
Sampai di rumah, jenazah korban datang. Keluarga awalnya meyakini korban meninggal karena terjatuh dari kamar mandi.
Namun, kecurigaan muncul ketika wakil pesantren melarang kain kafan korban dibuka. Padahal, Mia melihat terdapat ceceran darah yang keluar dari keranda tempat jasad adiknya dibaringkan.
“Kami tetap ngotot karena curiga ada ceceran darah keluar dari keranda,” ujar Mia.
2. Korban alami luka-luka di leher, kaki, dan dada
Karena paksaan keluarga, kain kafan korban akhirnya dibuka. Pihak keluarga lalu kaget melihat jasad korban penuh luka.
Korban memiliki luka seperti bekas jeratan tali di leher, sundutan rokok berwarna hitam di kulit kaki, tulang hidung yang terlihat patah, dan lubang di dada.
“Ini sudah pasti bukan jatuh dari kamar mandi, tapi dianiaya,” kata Mia.
Kondisi korban yang diduga meninggal karena dianiaya membuat pihak keluarga melaporkan hal tersebut ke Polsek Glenmore, Banyuwangi. Jasad korban juga dibawa ke RSUD Blambangan untuk diperiksa.
3. Korban mengaku ketakutan ke ibunya
Ibu korban, Suyanti (38) bercerita anaknya sempat mengirimkan pesan melalui WhatsApp seminggu sebelum meninggal dunia. Dalam pesannya, korban mengaku ketakutan saat berada di pesantren Kediri.
“Sini jemput bintang. Cepat ma ke sini. Aku takut ma, maaaa tolonggh. Sini cpettt jemput,” tulis pesan singkat korban dikutip dari Kompas.com (27/2/2024).
Namun saat itu korban tidak menjelaskan alasan dia merasa takut dan ingin dijemput untuk pulang. Suyanti hanya membalas pesan tersebut dengan meminta anaknya bersabar sampai bulan Ramadhan.
Namun, korban bersikukuh ingin dijemput.
“Terus ketika mau saya jemput sehari setelahnya, katanya tidak usah. Sudah enak dan nyaman begitu katanya,” ujar Suyanti.
4. Pesantren mengaku tidak tahu ada penganiayaan
Sementara itu, perwakilan pesantren tempat korban belajar mengaku tidak tahu ada kejadian penganiayaan yang menimbulkan korban jiwa.
Pengasuh pesantren Al Hanifiyah, Fatihunada menjelaskan pihaknya hanya menerima laporan korban meninggal akibat terpeleset di kamar mandi dari pengurus pesantren.
“Saya dikabari (kondisi) sudah meninggal. Dapat laporan itu karena jatuh terpeleset di kamar mandi,” kata Fatihunada.
Usai mendengar kabar tersebut, sejumlah pengurus kemudian membantu pemulangan jenazah ke Banyuwangi.
5. Polisi tetapkan empat tersangka
Kapolres Kediri Kota, AKBP Bramastyo Priaji mengungkapkan korban meninggal setelah dianiaya empat santri. Para pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka.
Empat santri tersebut adalah MN (18) pelajar kelas 11 asal Sidoarjo, MA (18) pelajar kelas 12 asal Nganjuk, AF (16) asal Denpasar, serta AK (17) asal Kota Surabaya.
Penetapan empat tersangka itu setelah pihak keluarga membuat laporan ke Polsek Glenmore, Banyuwangi dan polisi melakukan penyelidikan.
“Empat orang kita tetapkan sebagai tersangka dan kita laksanakan penahanan lebih lanjut,” ujar Bramastyo, dilansir dari Kompas.com (27/2/2024).
Pihaknya menjelaskan, penganiayaan terjadi karena ada kesalahpahaman antara korban dengan para pelaku. Saat ini, pihaknya masih melakukan penyidikan lebih lanjut terhadap luka yang ada pada jasad korban.
“Kami juga masih dalami keterangan saksi-saksi, termasuk saksi dokter yang menerima jenazah di Banyuwangi,” terangnya.
6. Satu tersangka sepupu korban
Salah satu tersangka yang diduga melakukan penganiayaan berinisial AF (16) ternyata adalah sepupu korban. Tersangka kini ditahan di Mapolres Kediri Kota. Suryanto seorang paman dari korban dan AF merasa terpukul atas kejadian ini.
“Saya sebagai pakdhe sedih. Sangat terpukul. Semua keluarga sedih,” ujar Suryanto, (28/2/2024).
Dia mengungkapkan, kakek korban yang merawatnya sejak kecil juga merasa kalut atas kejadian ini. Sebab di saat yang sama, salah satu tersangka adalah cucunya.
Walau begitu, pihak keluarga tetap akan menghormati proses hukum. Suryanto menyebutkan, kejadian ini akan membuat keluarga dan pihak pesantren mengevaluasi diri.
“Ujian Allah begitu beratnya kepada kami. Biarlah menjadi introspeksi,” lanjut dia.
7. Pesantren tidak berizin Kemenag
Terpisah, Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur mengungkapkan pesantren di Kediri tempat korban mengalami penganiayaan ternyata tidak memiliki izin dari Kementerian Agama.
Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jatim As’adul Anam menjelaskan, pesantren Al Hanifiyah Kediri tidak mengantongi izin operasional pesantren. Padahal, di tempat tersebut ada 93 santri dan pesantren beroperasi sejak 2014.
Dia mengakui, pihak Kemenag Jawa Timur bertanggung jawab mengawasi pesantren tersebut. Namun, pihaknya belum bisa menutup pesantren itu. Pihaknya menyebutkan, sekolah dan pesantren adalah entitas yang berbeda. Sekolah yang izinnya dicabut akan otomatis berhenti beroperasi.
Namun, pesantren tetap bisa beroperasi karena sifatnya non-formal. Untuk mencegah kejadian serupa terjadi, pihaknya telah mengadakan sejumlah kegiatan termasuk sosialisasi pesantren ramah anak, pelatihan satuan tugas pesantren ramah anak, dan bekerjasama dengan UNICEF.
“Kami, Kanwil Kemenag Jatim menyatakan sikap sangat menyayangkan adanya kasus kekerasan dalam pesantren,” imbuhnya. (rsy/sumutterkini.com)